Sabtu, 27 Maret 2010

Kehilangan Seorang Teman

Diawali dengan membuka salah satu situs jejaring sosial siang tadi, saya mendapatkan berita yang sangat mengagetkan dan juga menyedihkan. Seorang teman lama di akhir tahun lalu menuliskan sekelumit perjalanan hidupnya selama setahun terakhir. Bagaimana ia berjuang bersama suaminya melawan kanker otak yang menyerang sang suami. Saya sampai berlinang air mata ketika membaca catatan yang ia tulis. Sedih, tetapi penuh harapan dan semangat.

Saya membuka catatan kembali itu karena ada notifikasi bahwa ada yang memberi komentar tentang catatan tersebut. Ternyata yang memberi komentar teman lama juga. Ia mengucapkan belangsungkawa atas kepergian suami temanku tersebut. Diriku tertegun sejenak setelah membacanya. Teringat kembali pertemuan kami sekitar 6 atau 7 bulan lalu saat reuni SD. Saat itu, wajah temanku dan suaminya terlihat bahagia walaupun sang suami sudah dalam perawatan saat itu.

Sebetulnya kami tidak begitu dekat dan jarang bertemu. Tapi saya selalu mengikuti status yang ia tulis di salah satu situs pertemanan. Dan sebisa mungkin saya selalu memberi komentar di status tersebut. Walaupun hampir jarang bertemu tapi saya rasa saya cukup mengetahui perkembangan kondisi sang suami. Saya teringat kembali status yang ditulis teman saya tersebut, dimana saat subuh pun mereka sudah berada di laboratorium klinik untuk periksa lab. Kemudian dia mengantarkan suaminya ke kantor jika sang suami sedang tidak fit. Setelah itu ia harus praktek [temanku itu seorang dokter gigi] dan seringkali jam 12 malam masih dalam antrian untuk konsultasi dengan dokter. Saat dimana smua orang mulai terlelap. Dan paginya ia harus kembali beraktifitas seperti hari-hari sebelumnya. Dan di hari-hari suaminya sedang drop, ia menemani sang suami dalam ruangan steril yang tidak bisa sembarangan orang masuk bolak balik.

Benar-benar perjuangan yang tidak mudah dan harus mereka lalui bertahun-tahun. Saya ingat almarhum papa saya yang meninggal karena kanker liver. Dari didiagnosa sampai kepergian beliau hanya tiga bulan. Namun selama 3 bulan tersebut kami berada dalam kondisi emosi yang naik turun. Ada kalanya kami sangat yakin bahwa papa akan sembuh, tapi di lain waktu kami sangat ikhlas jika hal terburuk terjadi, mengingat kondisi papa yang semakin melemah dan stadium kanker yang sangat tinggi. Sulit rasanya membayangkan perasaan teman saya tersebut. Saya saja yang sebentar rasanya tidak kuat. Tapi Allah tahu bahwa teman saya yang lembut itu seorang wanita yang kuat. Seperti yang tertera di Qur'an bahwa 'Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya [Al Baqarah : 286].' Demikian sang suami, ia juga seseorang yang sangat kuat. Kita yang sakit flu saja rasanya badan remuk redam. Sementara ia merasakan sakit yang lebih berat dalam kurun waktu yang cukup lama.

Saya kagum akan perjuangan mereka berdua walaupun takdir Allah berkata lain. Sang suami harus menghadap Sang Khalik hari ini. Betapa teman saya itu seorang istri yang luar biasa dan berbakti dengan suami [sempat terlintas dalam pikiran saya, mampukah saya menjadi istri sebaik, setegar dan sekuat teman saya itu?].

Lagi-lagi saya mendapatkan contoh yang baik dalam kehidupan saya. About being together in sick and happiness, 'til death do us part. About being a good wife, again...about LOVE. I think if there's no big love between them, the story won't be like that.

Dedicated to my friend Gini and her husband
Allah knows how hard u've tried
Allah knows the best for u both
May Allah be with u all the time

Tidak ada komentar:

Posting Komentar