Kamis, 08 Juli 2010

Berseberangan Tidak Selalu Buruk..Swear!

Beberapa hari yang lalu, saya makan ke sebuah kedai ayam bakar yang cukup terkenal di sekitar Tebet. Saat itu sudah malam, sekitar jam 7an. Ketika saya masuk, saya lihat semua meja terisi pelanggan lain. Meja itu cukup panjang tetapi sebagian besar ditempati oleh pasangan yang duduk bersebelahan di tengah-tengahnya. Saya yang saat itu datang sendiri, agak bingung dimana saya harus duduk. Karena pelayannya bilang "Duduk dimana saja, Mbak. Itu kosong, itu juga kosong", katanya sambil menunjuk beberapa meja yang ditempati pasangan-pasangan tadi.

Akhirnya saya menghampiri meja di dekat kasir. Saat itu saya bingung, dimanakah saya harus duduk. Apakah persis di depan pasangan tersebut, apa agak sedikit ke pinggir. Tapi terus terang, jika saya duduk di pinggir supaya tidak hadapan langsung dengan pasangan itu, posisinya ga enak banget buat makan. Terlalu di pinggir. Akhirnya saya putuskan duduk agak ke tengah. Wanita yang pas hadapan dengan saya sepertinya terlihat kesal. Anyway, mereka belum makan, masih menunggu pesanannya datang. Setelah beberapa menit, mungkin karena tidak nyaman karena harus berhadapan dengan saya, akhirnya si wanita itu menyuruh pasangannya untuk geser menjauhi sisi saya duduk sehingga saya tidak berhadap lagi dengan pasangan tersebut dan mereka dapat melanjutkan kemesraannya.

That's the Point!!

Apakah ada peraturan tak tertulis bahwa jika anda berpasangan, saat duduk di restoran, kedai makan, warung emperan, warung tenda atau apapun namanya itu harus selalu duduk bersebelahan? Karena terus terang saya tidak pernah seperti itu. Dan yang ga habis pikir adalah hal tersebut terjadi dan sering saya temukan di tempat makan yang bukan restoran besar. Karena jika di restoran, pasti ga mungkin kita bergabung dengan orang lain, secara meja satu dengan meja lain juga jaraknya cukup jauh. Di saat kedai makan atau warung tenda itu penuh pengujung, banyak pasangan yang 'keukeuh' duduk bersebelahan. Tidak mau menggeser sedikit duduknya, memberi sedikit ruang bagi orang lain yang juga mau makan seperti mereka. Dalam pikiran saya, kalau saja mereka mau sedikit bertoleransi dengan duduk berseberangan, makin banyak ruang buat orang lain untuk duduk. Mungkin saja di antara orang lain yang datang untuk makan, datang dalam keadaan lapar [seperti saya malam itu hehehe :p], kandungan gula darahnya rendah, sangat letih sehingga harus segera duduk namun bingung harus duduk dimana karena orang tidak mau berbagi tempat duduk.

Ini soal toleransi. Sudah hilangkah toleransi pada masyarakat Jakarta? Sehingga merasa bayar, jadi bebas mau berbuat apa saja, "Gw bayar gitu loh!"

Oke..mungkin mereka bayar...tapi liat-liat lah..Mereka harus lihat mereka makan dimana. Karena apa yang mereka bayar sebagian besar untuk makanannya, beban ke sewa, tempat atau pelayanan tidak begitu besar. [Mari sedikit berhitung, jika anda makan ayam bakar plus nasi dan lalap seharga 15 ribu, jika melihat harga ayam, bumbu, nasi, sayur di pasar, untungnya tidak seberapa per porsi yang anda pesan]. Beda hal jika makan di resto besar. Mau sebelahan kek, mau seberangan kek..terserah!! Karena mejanya sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada yang barengan untuk pengunjung yang berbeda. Harga yang mereka bayar sudah termasuk suasana dan pelayanan. Bahkan sudah mahal masih kena biaya pelayanan. Jadi sah-sah saja mau duduk dimana.

Namun, fenomena ini sering banget saya temui dan masih tidak mengerti jalan pikiran mereka. Saya mungkin jahat dengan mengatakan bahwa mereka yang seperti itu sudah hilang rasa empati, toleransinya karena saya belum menemukan alasan lain yang masuk akal selama ini...

Anyone can give me a good explanation about it?...

Minggu, 04 Juli 2010

Gigi Papa Saya

Udah lama ga nulis di blog, padahal dulu pertama kali bikin blog ini, tekad saya nulis palingg engga 1 tulisan setiap minggu, walaupun cuma beberapa baris. Tapi karena kesibukan (atau sok sibuk ya ? :p), udh hampir sebulan ga sempet nulis.

Sebetulnya banyak siy yang mau saya tulis, tapi bingung mulai dari mana..Hmm..mungkin gini ya orang yang ga sistematis kaya saya, pikirannya loncat-loncat ajah..hehehe...

Kemarin ini saya kedatangan seorang pasien bapak-bapak yang sudah pensiun, usianya sekitar 65 tahunan. Bapak ini sangat rapi. Beliau datang untuk menambal giginya yang bolong. Setelah saya lihat, ternyata tambalannya lepas. Tapi bukan itu yang menarik bagi saya. Sepanjang saya merawat gigi bapak tersebut, saya mencium aroma sabun mandi seperti papa saya dulu. Saya ingat dari kecil, papa saya paling wangi sabun mandi kesehatan setiap habis mandi. Perasaan kita semua memakai sabun yang sama, tetapi ga ada yang sewangi papa. Kemudian dari cara berbicara juga mirip sekali dengan papa saya. Aahh..saya hampir saja meneteskan air mata saat itu..kangen papa saya.

Setelah dirawat si bapak juga tidak langsung pulang, beliau bercerita lumayan banyak (rupanya beliau mantan pejabat di tempat saya praktek sekarang, kata perawat saya). Satu lagi pelajaran yang bisa saya ambil, pasien yang usianya lebih tua, apalagi jika sudah masuk masa pensiun, suka sekali ngobrol lebih lama. Mereka lebih banyak bertanya soal kita daripada perawatan itu sendiri. Saya siy ga masalah, seneng-seneng ajah denger atau menjawab pertanyaannya. O iya..satu lagi yang mengingatkan beliau akan papa saya, gaya bicara khas orang Minangnya..! :D

Tapi ada satu yang berbeda bermakna, papa saya ga ada yang bolong giginya, atau rusak gusinya. Saya ingat waktu kuliah, sempet stress cari pasien, saya paksa papa saya jadi pasien. Jelas beliau menolak. Katanya "Ah, gigi papa bagus, ga ada yang rusak." Terus terang saya ga percaya, masa ga ada yang rusak sama sekali. "Coba liat pah!" kata saya dulu. Kemudian saya periksa gigi papa saya...emang ga ada yg rusak ternyata. Hhmm.. Papa saya emang rajin sikat gigi. Jadi di usia 50an, giginya masih utuh dan ga bermasalah.

Aaahh....saya jadi kangen papa saya..